Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I

STATUS ORGANISASI

Pasal 1

Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia atau disingkat ASEPHI adalah suatu organisasi nasional serta wadah untuk memperjuangkan aspirasi ekonomi para pengusaha Indonesia yang bergerak dibidang kerajinan

Pasal 2

ASEPHI adalah asosiasi pengusaha nasional berstatus Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Akte Notaris, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga terdaftar di Pengadilan Negeri dan disahkan Departemen Kehakiman (red. Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia |Kemenkumham RI) serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

BAB II

KEANGGOTAAN

Pasal 3

KETENTUAN KEANGGOTAAN

Pengusaha Warga Negara Indonesia yang berprofesi di bidang industri kreatif sektor kerajinan yang merupakan pemilik, pimpinan, pengurus dan atau penanggung jawab dari perusahaan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No.1 tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Pasal 4

STATUS KENGGOTAAN

a.   Anggota Biasaadalah Perusahaan/Perorangan seperti diatur Anggaran Dasar BAB VI Pasal 10 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 3.

b.  Anggota Luar Biasaadalah Perorangan yang memiliki jasa yang besar dibidang perekonomian.

c.   Anggota Kehormatan adalah Perorangan yang karena jabatannya/jasa-jasanya dalam memajukan eskportir dan  produsen handicraft Indonesia.

Pasal 5

TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA

1.   Setiap calon anggota ASEPHI harus mengajukan permohonan dengan formulir yang  disediakan.

2.  Setiap calon angota ASEPHI, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 di atas, harus diusulkan dan didukung secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 2(dua) orang anggota Badan Pengurus dan Badan Pertimbangan setempat.

3.  Sekretaris Jenderal memberitahukan secara tertulis tentang permohonan calon anggota kepada para anggota Badan Pengurus Daerah/Cabang yang diselenggarakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima, dimana permohonan anggota akan disetujui atau ditolak.

4. Hak penentuan penerimaan anggota berada dalam tangan Badan Pengurus Daerah/Cabang dan setiap penerimaan anggota harus disetujui oleh 2/3 (dua pertiga) anggota Badan Pengurus Harian Daerah/Cabang yang hadir dalam rapat.

5. Calon anggota yang diterima sebagai anggota diberikan Kartu  Tanda Anggota sebagai tanda keanggotaan yang harus dibubuhi tanda tangan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat.

6.  Pengunduran diri dari keanggotaan ASEPHI harus dinyatakan secara tertulis kepada Badan Pengurus.

Pasal 6

KODE ETIK KEANGGOTAAN

  1. Anggota ASEPHI berlaku sebagai pribadi yang bermoral Pancasila dan menjunjung tinggi nama baik   reputasi keanggotaan didalam masyarakat pengusaha dan dunia usaha nasional.
  2.   Anggota ASEPHI tidak akan secara sadar dan dengan itikad jahat merusak nama baik atau reputasi bisnis sesama anggota.
  3.   Anggota ASEPHI selalu berusaha menjalankan bisnis secara baik dan terpuji serta menghindari perbuatan yang menyesatkan langganannya baik dalam bentuk keterangan/informasi, promosi dan iklan maupun dalam produksi serta pemasaran atau pemberi jasa-jasa.

4. Anggota ASEPHI memastikan diri bahwa para karyawannya mengetahui, mengerti dan turut menjunjung tinggi kode etik keanggotaan ASEPHI.

Pasal 7

KEWAJIBAN ANGGOTA

  1. Setiap anggota wajib melaksanakan dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ASEPHI.
  2. Setiap anggota wajib menyokong keuangan organisasi serta memenuhi keharusan membayar uang pangkal dan iuran anggota.
  3. Setiap anggota wajib mentaati Peraturan Badan Pengurus sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 8

HAK ANGGOTA

  1. Memperoleh bantuan dalam bidang peningkatan dan pengembangan pengetahuan keterampilan untuk kepentingan usahanya.
  2. Memperoleh pelayanan informasi usaha dalam arti kata yang luas termasuk segala bentuk penerbitan  yang dikeluarkan oleh ASEPHI.
  3. Memperoleh bantuan dalam hubungan/kontak dagang.
  4. Memperoleh surat keterangan yang menyangkut bonafiditas atau surat keterangan lain dalam hubungan kelancaran usahanya dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip obyektifitas.
  5. Mengikuti serta turut serta dalam pertemuan-pertemuan dengan misi ekonomi, baik dalam maupun luar negeri ataupun turut serta dalam rombongan misi ekonomi ke dalam/ luar negeri.

6.  Hak-hak keanggotaan tidak dapat diserahkan kepada siapapun dan dengan jalan apapun juga.

Pasal 9

PENGHENTIAN KEANGGOTAAN

  1. Penghentian keanggotaan dapat diakibatkan oleh:

a. Pelanggaran Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

b. Pengenaan hukum pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti atau   dinyatakan pailit oleh pengadilan.

c. Karena meninggal dunia.

d. Karena berhenti menjadi pemilik, pimpinan, pengurus dan atau penanggung jawab dari perusahaan.

e. Karena diberhentikan sementara oleh Badan Pengurus Daerah/Cabang.

  1. Penghentian keanggotaan adalah wewenang Badan Pengurus dan dapat dijalankan setelah yang bersangkutan diberi peringatan 3 (tiga) kali, dimana pada peringatan yang kedua Badan Pengurus dapat memberhentikannya sementara waktu.

3. Setiap anggota yang terkena sanksi penghentian sementara atau tetap, kehilangan haknya sebagai anggota.

  1. Anggota yang terkena sanksi penghentian sementara, dapat mengajukan pembelaan diri atau naik banding pada Badan Pengurus Pusat.

BAB III

STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 10

MUSYAWARAH NASIONAL

1. Musyawarah Nasional sebagai badan kekuasaan tertinggi organiasai tingkat nasional diselenggarakan  sekali dalam 5 (lima) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan Pengurus Pusat selambat-lambatnya akhir masa baktinya.  Apabila 3 (tiga) bulan sesudah habis masa baktinya Badan Pengurus Pusat tidak menyelenggarakan Musyawarah Nasional, maka Badan Pengurus Pusat tersebut kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi dan harus segera diadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa.

  1. Tempat penyelenggaraan Musyawarah Nasional ditetapkan dalam Musyawarah Nasional terdahulu.
  2. Prosedur dan tata laksana penyelenggaraan Musyawarah Nasional merupakan tugas dan tanggung jawab Badan Pengurus Pusat.  Kecuali apabila Badan Pengurus Pusat telah kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut pada ayat 1 di atas, maka Dewan Pleno akan mengambil alih tugas tugas dan tanggung jawab tersebut.
  3. Pelaksanaan Musyawarah Nasional terletak pada Badan Pengurus Pusat dibantu Badan Pengurus Daerah ditempat dimana Musyawarah Nasional diadakan.
  4. Anggaran Biaya penyelenggaraan Musyawarah Nasional disepakati antar Badan Pengurus Pusat dan Badan Pengurus Daerah ditempat penyelenggaraan Musyawarah Nasional serta ditanggung bersama dengan proporsi 75% (tujuh puluh lima persen) oleh Pusat dan 25% (dua puluh lima persen) oleh Daerah yang bersangkutan.
  5. Musyawarah Nasional membahas pertanggung jawaban Badan Pengurus selama masa baktinya.
  6. Musyawarah Nasional berwenang dan berhak:
  7. Memilih dan membentuk Badan Pengurus Pusat beserta lembaga kelengkapan organisasi tingkat pusat.

b. Mengubah dan menyempurnakan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ASEPHI.

  1. Menetapkan Program Umum Nasional ASEPHI untuk digunakan sebagai pedoman oleh Badan PengurusPusat baru yang akan dipilih.

d. Mencabut/membatalkan keputusan yang tidak sesuai lagi dan menetapkan ketentuan baru yang diperlukan.

  1. Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah  Nasional (MUNAS) terdiri dari:
  2. Peserta adalah anggota Pengurus Harian BPP dan  BPD dengan jumlah sebanyak-banyaknya 3 (tiga)orang dengan mendapat mandat dari Badan Pengurus  yang bersangkutan, dan untuk Badan Pengurus Cabang telah terwakili dari BPD yang bersangkutan.
  3. Peninjau adalah anggota Badan Pengurus Pusat dan para anggota lembaga kelengkapan Organisasi  tingkat pusat serta para pengurus Badan Pengurus Daerah dan para anggota daerah yang bukan  utusan.
  4. Undangan adalah lembaga-lembaga Pemerintah, Organisasi atau Lembaga Ekonomi lainnya serta pihak-pihak yang diundang oleh Badan Pengurus Pusat.
  5. Hak Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah Nasional adalah:
  6. Peserta berhak bersuara, bicara, memilih dan dipilih.
  7. Peninjau berhak bicara.
  8. Undangan berhak bicara.

10. Musyawarah Nasional adalah sah bila :

  1. Memenuhi kuorum sebanyak 0,5+1 (setengah plus 1) dari peserta yang berhak hadir.
  2. Jika kourum ini tidak tercapai, maka upacara pembukaan Musyawarah Nasional tetap dapat berlangsung menurut jadwal yang tercantum dalam surat undangan dengan catatan pengecekan kembali.  Tetapi persidangan Musyawarah Nasional harus ditunda selama-lamanya 24 (dua puluh empat) jam.
  3. Apabila setelah waktu penundaan jumlah kourum masih tidak tercapai, maka persidangan Musyawarah Nasional dapat berlangsung dan dengan sah tanpa perlu mengindahkan kourum.

Pasal 11

MUSYAWARAH DAERAH

1. Musyawarah Daerah sebagai Badan kekuasaan tertinggi ditingkat daerah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan Pengurus Daerah selambat-lambatnya pada akhir masa baktinya.  Apabila 3 (tiga) bulan sesudah habis masa baktinya, Badan Pengurus tersebut kehilangan hak wewenang untuk mengurus organisasi dan harus segera diadakan Musyawarah Daerah Luar Biasa sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran  Dasar.

2. Tempat penyelenggaraan Musyawarah Daerah ditetapkan dalam Musyawarah Daerah terdahulu.

  1. Prosedur dan tata laksana penyelenggaraan Musyawarah Daerah merupakan tugas dan tanggung jawab  Badan Pengurus Daerah.  Kecuali apabila Badan Pengurus Daerah kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut pada ayat 1 di atas, maka Badan Pengurus Pusat akan mengambil alih tugas dan tanggung jawab tersebut.
  2.   Musyawarah Daerah membahas pertanggung jawaban Badan Pengurus Daerah selama masa baktinya.
  3.   Musyawarah Daerah berwenang dan berhak:
  4. Memilih dan membentuk Badan Pengurus Daerah serta Lembaga Kelengkapan Organiasi tingkat daerah.
  5. Menetapkan Program Umum Daerah ASEPHI berlandaskan Program Umum Nasional ASEPHI yang disesuaikan dengan kepentingan daerah untuk digunakan sebagai pedoman oleh Badan Pengurus Daerah baru yang akan dipilih.
  6. Mencabut/membatalkan keputusan yang tidak sesuai lagi dan menetapkan ketentuan baru yang diperlukan.
  7.   Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah Daerah terdiri dari:
  8. Peserta adalah anggota biasa daerah yang bersangkutan.
  9. Peninjau adalah anggota Badan Pengurus Daerah dan para anggota Cabang biasa didaerah yang   bersangkutan
  10. Undangan adalah para anggota Badan Pengurus Pusat, Lembaga-lembaga Pemerintah, Organisasi atau Lembaga Ekonomi lainnya serta pihak-pihak yang diundang oleh Badan Pengurus Daerah yang bersangkutan.

7.Hak Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah Daerah adalah:

  1. Peserta berhak bersuara, bicara, memilih dan dipilih.
  2. Peninjau berhak bicara dan dipilih.

c.  Undangan berhak bicara

Pasal 12

MUSYAWARAH CABANG

  1. Musyawarah Cabang sebagai Badan kekuasaan tertinggi ditingkat cabang diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan Pengurus Cabang selambat-lambatnya pada akhir masa baktinya.  Apabila 3 (tiga) bulan sesudah habis masa baktinya, Badan Pengurus tersebut kehilangan hak wewenang untuk mengurus organisasi dan harus segera diadakan Musyawarah Cabang Luar Biasa sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran  Dasar.
  2. Tempat penyelenggaraan MusyawarahCabang ditetapkan dalam Musyawarah Cabang terdahulu.
  3. Prosedur dan tata laksana penyelenggaraan Musyawarah Cabang merupakan tugas dan tanggung jawab  Badan Pengurus Cabang.  Kecuali apabila Badan Pengurus Cabang kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut pada ayat 1 di atas, maka Badan Pengurus Pusat akan mengambil alih tugas dan tanggung jawab tersebut.
  4. Musyawarah Cabang membahas pertanggung jawaban Badan Pengurus Cabang selama masa baktinya.
  5. Musyawarah Cabang berwenang dan berhak:
  6. Memilih dan membentuk Badan Pengurus Cabang serta Lembaga Kelengkapan Organiasi tingkat cabang.
  7. Menetapkan Program Umum Cabang ASEPHI berlandaskan Program Umum Nasional ASEPHI yang disesuaikan dengan kepentingan daerah untuk digunakan sebagai pedoman oleh Badan Pengurus Cabang baru yang akan dipilih.
  8. Mencabut/membatalkan keputusan yang tidak sesuai lagi dan menetapkan ketentuan baru yang diperlukan.
  9.   Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah Cabang terdiri dari:

a.Peserta adalah anggota biasa daerah yang bersangkutan.

b.Peninjau adalah anggota Badan Pengurus Daerah dan para anggota Cabang biasa didaerah yang bersangkutan.

  1. Undangan adalah para anggota Badan Pengurus Pusat, Lembaga-lembaga Pemerintah, Organisasi atau  Lembaga Ekonomi lainnya serta pihak-pihak yang diundang oleh Badan Pengurus Daerah yang bersangkutan.
  2. Hak Peserta/Peninjau/Undangan pada Musyawarah Cabang adalah:

a.Peserta berhak bersuara, bicara, memilih dan dipilih.

b.Peninjau berhak bicara dan dipilih.

c.  Undangan berhak bicara.

Pasal 13

MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA.

  1. Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan dan hal-hal yang tidak dapat ditunda sampai Musyawarah Nasional diselenggarakan, antara lain seperti:

a.Terjadi penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan Pengurus Pusat.

b.Jika Badan Pengurus Pusat tidak menyelenggarakan Musyawarah Nasional setelah 3 (tiga) bulan berakhirnyamasa bakti Badan Pengurus Pusat.

  1. Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan 2/3 (dua per tiga) jumlah Badan Pengurus Daerah bersama dengan 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota Badan Pengurus Pusat atau sebaliknya.  Kecuali dalam hal penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga.
  2. Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Musyawarah Nasional dapat diberlakukan untukpenyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
  3. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para peserta bersama-sama undanganmenghadiri Musyawarah Nasional Luar Biasa paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penyelenggaraan.

Pasal 14

MUSYAWARAH DAERAH LUAR BIASA

1.Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan dan hal-hal yang tidak dapat ditunda sampai Musyawarah Daerah diselenggarakan, antara lain seperti:

a.Terjadi penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan Pengurus Daerah.

b.Jika Badan Pengurus Daerah tidak menyelenggarakan Musyawarah Daerah setelah 3 (tiga) bulan berakhirnya masa bakti Badan Pengurus Daerah tersebut.

2. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan 2/3 (dua per tiga) jumlah Badan Pengurus Cabang bersama dengan 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota Badan Pengurus Daerah atau sebaliknya

3.Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Musyawarah Daerah dapat diberlakukan untuk penyelenggaraan Musyawarah Daerah Luar Biasa.

4.Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para peserta bersama-sama undangan menghadiri Musyawarah Daerah Luar Biasa paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penyelenggaraan

Pasal 15

MUSYAWARAH CABANG LUAR BIASA

1.              Musyawarah Cabang Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan dan hal-hal yang tidak dapat ditunda sampai MusyawarahCabang diselenggarakan, antara lain seperti:

  1. Terjadi penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan PengurusCabang.
  2. Jika Badan Pengurus Cabang tidak menyelenggarakan Musyawarah Cabang setelah 3 (tiga) bulan berakhirnya  masa bakti Badan Pengurus Cabang tersebut.

2.Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Musyawarah Cabang dapat diberlakukan untuk   penyelenggaraan MusyawarahCabang Luar Biasa.

  1. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para peserta bersama-sama undangan menghadiri Musyawarah Cabang Luar Biasa paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penyelenggaraan

Pasal 16

MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS

1.Musyawarah Nasional Khusus diselenggarakan:

  1. Untuk mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
  2. Untuk membubarkan organisasi.

2.Untuk melaksanakan pembubaran organisasi, harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari seluruh Badan Pengurus Daerah yang ada.

3.Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Musyawarah Nasional dapat diberlakukan untuk Musyawarah Nasional Khusus.

4.Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para peserta bersama-sama undangan menghadiri Musyawarah Nasional Khusus paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penyelenggaraan.

Pasal 17

BADAN PENGURUS PUSAT

1.              Badan Pengurus Pusat merupakan Pimpinan Tertinggi Organisasi Tingkat Nasional yang mewakili organisasi ke luar maupun ke dalam serta bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi.

  1.   Badan Pengurus Pusat berkewajiban untuk:

a. Menjalankan dan memelihara wibawa Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga ASEPHI.

  1. Melaksanakan Program Umum Nasional ASEPHI serta keputusan-keputusan Musyawarah Nasional.
  2. Menjabarkan serta menetapkan program kerja berlandaskan Program Umum Nasional ASEPHI hasil Musyawarah Nasional secara terinci yang bersifat sektoral terbagi tahun per tahun dan dilengkapi dengan Anggaran Biayanya.

d.  Melaksanakan keputusan-keputusan organisasi.

  1.   Mewakili organisasi di dalam maupun di luar pengadilan.

Pasal 18

BADAN PENGURUS DAERAH

1.Badan Pengurus Daerah berhak menetapkan tata laksana program serta pelaksanaannya, menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan guna kelancaran pengelolaan organisasi.

2.Badan Pengurus Daerah berhak menetapkan dana membayar biaya-biaya oprasional berdasarkan program kerja yang ditetapkan maupun biaya-biaya lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tujuan dan usaha organisasi.

  1. Badan Pengurus Daerah melalui Ketua Umum berhak mengangkat dan memberhentikan Kepala Sektretariat beserta staf Sekretariat dan menetapkan gaji serta syarat-syarat kerja.
  2.   Badan Pengurus Daerah bertanggung jawab kepada para anggota melalui forum Musyawarah Daerah.

Pasal 19

BADAN PENGURUS CABANG

  1. Badan Pengurus Cabang berhak menetapkan tata laksana program serta pelaksanaannya, menetapkanperaturan-peraturan yang diperlukan guna kelancaran pengelolaan organisasi.
  2. Badan Pengurus Cabang berhak menetapkan dana membayar biaya-biaya oprasional berdasarkan program kerja yang ditetapkan maupun biaya-biaya lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tujuan dan usaha organisasi.

3.              Badan Pengurus Cabang melalui Ketua Badan Pengurus Daerahnya berhak mengangkat dan memberhentikan Kepala Sektretariat beserta staf Sekretariat dan menetapkan gaji serta syarat-syarat kerja.

4.              Badan Pengurus Cabang bertanggung jawab kepada para anggota melalui forum Musyawarah Cabang.

Pasal 20

PARA ANGGOTA BADAN PENGURUS

  1. Para Anggota Badan Pengurus Pusat terdiri dari :

a.Seorang Ketua Umum

b. Dua orang Wakil Ketua Umum

c.Seorang Sekretaris Jenderal.

d.Seorang Wakil Sekretaris Jenderal.

e.Sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Bendahara.

  1. 5 (lima) Orang Ketua Bidang  dan beberapa orang Anggota Bidang.
  2. Jumlahnya harus ganjil.

Pasal 21

PERSYARATAN ANGGOTA BADAN PENGURUS

  1. Persyaratan Umum bagi calon Pengurus adalah:
  2. Anggota biasa yang aktif, bersedia dan ada waktu untuk mengurus asosiasi.
  3. Setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  4. Setia kepada cita-cita usaha dan tujuan ASEPHI.
  5. Berpandangan luas, bersikap/bermoral baik dan terpandang di masyarakat terutama masyarakat dunia usaha.
  6. Diutamakan bertempat tinggal di wilayah dimana Badan Pengurus berkedudukan.

f.  Pengurus tidak rangkap jabatan dalam struktur hirarki di lingkungan ASEPHI

2.Persyaratan umum bagi calon Ketua Umum adalah:

a.Memenuhi persyaratan umum bagi calon pengurus.

b.Pernah menjadi anggota Badan Pengurus Pusat, Daerah atau Badan Pembina atau Badan Pertimbangan.

Pasal 22

TATA CARA PEMILIHAN BADAN PENGURUS.

Pemilihan Badan Pengurus Pusat ASEPHI dilaksanakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.  Bila dengan cara ini tidak berhasil dicapai kesepakatan, maka ditempuh cara sebagai berikut:

  1. Tahap pemilihan formateur, dengan prosedur:
  2. Setiap peserta menulis 5 (lima) nama calon formateur yang telah memenuhi persyaratan sebagai calon Ketua Umum sebagaimana ditetapkan pasal 21 ayat 1 dan  Anggaran Rumah Tangga, diatas kertas suara yang disediakan oleh Panitia Musyawarah Nasional.

b.              Penulisan dilakukan ditempat yang cukup menjamin kebebasan dan kerahasiaan yang disediakan oleh Panitia Musyawarah.

c.              Setelah ditulis, kertas suara dimasukkan kedalam kotak yang tersedia ditempat yang sama.

d.              Perhitungan suara dilakukan secara terbuka dipimpin oleh Ketua Sidang dibantu oleh 2 (dua) orang saksi.

e.              Dari hasil perhitungan suara, ditentukan 3 (tiga) orang pengumpul suara terbanyak untuk menjadi formateur, sekaligus calon Ketua Umum dan berhak ikut dalam tahap pemilihan Ketua Umum.

f.               Formateur terpilih, tidak dapat menarik diri sebagai formateur tetapi diperbolehkan untuk menarik diri sebagai calon Ketua Umum yang dinyatakan secara tertulis.

  1. Setiap formateur terpilih yang bersedia menjadi calon Ketua Umum menyatakan kesediaannya secara tertulis.
  2. Bila terdapat suara yang sama banyaknya, maka terhadap suara yang sama banyak tersebut akan dilakukan pemilihan ulang sampai 3 (tiga) pengumpulan suara terbanyak.
  3.   Tahap Pemilihan Ketua Umum, dengan prosedure:

a. Setiap formateur terpilih yang telah menyatakan kesediaannya secara tertulis sebagai calon Ketua Umum, harus menyatakan didepan sidang akan kesanggupannya dipilih menjadi Ketua Umum yang akan datang.

  1. Sebelum pemilihan diadakan, setiap calon Ketua Umum diharuskan memperkenalkan diri sekaligus menjabarkan Program Umum Nasional ASEPHI yang telah diputuskan oleh Musyawarah Nasional, serta melakukan tanya jawab dengan PESERTA.
  2. Pada saat pemilihan, setiap peserta menuliskan 1 (satu) nama diantara calon-calon Ketua Umum hasil tahap pemilihan formateur di atas kertas suara yang disediakan oleh Panitia Pengarah Musyawarah Nasional.

d.Penulisan dilakukan ditempat yang disediakan oleh Panitia Pelaksana Musyawarah Nasional.

  1. Setelah ditulis, kertas suara dimasukkan kedalam kotak suara yang tersedia ditempat yang sama.
  2. Perhitungan suara dilakukan secara terbuka, dipimpin oleh Ketua Sidang dibantu oleh 2 (dua) orang utusan daerah.
  3. Calon yang memperoleh suara terbanyak menjadi Ketua Umum Badan Pengurus Pusat terpilih dan 2 (dua) orang calon yang tidak terpilih menjadi “Mide Formateur”.
  4. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat ASEPHI terpilih bersama-sama dengan 2 (dua) orang Mide Formateur menyusun Personalia Badan Pengurus Pusat masa bakti yang akan datang.

3. Bila peserta Musyawarah Nasional menghendaki lain, maka pemilihan Anggota (Personalia) Badan Pengurus Pusat dapat dilaksanakan dengan cara lain, misalnya dengan cara pemilihan/penunjukan langsung.

Pasal 23

PEMILIHAN KETUA DAN PEMBENTUKAN

BADAN PENGURUS DAERAH & BADAN PENGURUS CABANG

Tata cara dan prosedur pemilihan Ketua dan Pembentukan Badan Pengurus Daerah, dan  Badan Pengurus Cabang diharuskan mengikuti tata cara dan prosedur yang sama pada tingkat nasional.

Pasal 24

MASA BAKTI BADAN PENGURUS

  1. Masa bakti Badan Pengurus adalah 5 (lima) tahun terhitung mulai disahkan oleh Musyawarah Nasional/Daerah/Cabang
  2. Seorang anggota Badan Pengurus, setelah 1 (satu) masa bakti dapat dipilih kembali maksimal 2 (dua) kali periode berturut turut.

Pasal 25

BADAN KEHORMATAN

  1. Badan Kehormatan merupakan Lembaga Kelengkapan Organisasi ditingkat Nasional/Daerah dan terutama terdiri dari pendiri, para bekas Ketua Umum/Ketua dan bekas anggota Badan Pengurus ASEPHI serta anggota ASEPHI lainnya yang jelas jasanya dalam memajukan dan mengembangkan ASEPHI.
  2. Badan Kehormatan diangkat melalui Musyawarah Nasional/Daerah untuk masa jabatan 5 (lima) tahun mulai saat diputuskan dalam Musyawarah dan berakhir pada Musyawarah berikutnya.
  3. Badan Kehormatan bertugas dan berwenang untuk memberi nasehat/saran dan gagasan dibidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi nasional, baik diminta maupun tidak, khususnya dalam rangka pengembangan organisasi ASEPHI

Pasal 26

BADAN PERTIMBANGAN

  1. Badan Pertimbangan  merupakan Lembaga Kelengkapan Organisasi tingkat Nasional/Daerah dan terdiri dari sekurangnya 3 (tiga) orang terdiri dari seorang mantan Ketua Umum dan 4 (empat) orang mantan anggota Badan Pengurus terdahulu.
  2. Badan Pertimbangan diangkat melalui Musyawarah Nasional/Daerah untuk masa bakti 5 (lima) tahun mulai diptuskan dalam Musyawarah dan berakhir pada Musyawarah berikutnya.
  3. Badan Pertimbangan bertugas dan berwenang untuk memberi pengarahan, saran, gagasan serta nasehat baik diminta maupun tidak kepada Badan Pengurus setiap saat bila diperlukan.

4.Mengawasi pelaksanaan Kode Etik Keanggotaan dengan tugas:

a.Mempelajari pengaduan tertulis dari pihak manapun tentang pelanggaran kode etik oleh anggota ASEPHI serta mengadakan penelitian seperlunya.

b.Jika terbukti adanya pelanggaran kode etik oleh anggota ASEPHI, Badan Pertimbangan melaporkan kepada Badan Pengurus dengan menjelaskan pertimbangan apa, untuk menjalankan sanksi bagi pelanggar.

c. Kemudian Badan Pengurus berhak mengambil keputusan sanksi bagi pelanggar berdasarkan pasal 10 Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 27

BADAN PLENO

  1. Badan Pleno merupakan Lembaga Kelengkapan Organisasi hanya ada ditingkat Pusat.

2 Badan Pleno bertugas dan berfungsi untuk membahas masalah-masalah organisasi dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan program kerja, saling tukar menukar informasi antara Pusat dan Daerah.

  1. Badan Pleno berwenang, untuk membantu mempersiapkan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa dalam hal Badan Pengurus Pusat telah melampaui waktu 3 (tiga) bulan sesudah masa baktinya berakhir dan oleh karenanya telah kehilangan hak dan wewenang untuk menjalankan organisasi

4. Badan Pleno beranggotakan:

a.Para Ketua Umum/Wakil Ketua Umum dan para Ketua Bidang, atau yang memegang Mandat.

b.Ketua Umum, para Wakil Ketua Umum dan para Ketua Bidang, Badan Pengurus Pusat.

c.Ketua Badan Pembina dan Ketua Badan Pertimbangan tingkat Pusat.

  1. Rapat Badan Pleno diselenggarakan oleh dan atas beban Badan Pengurus Pusat.
  2. Badan Pleno bersidang sekali setiap 6 (enam) bulan atau bilamana dianggap perlu.

Pasal 28

SEKRETARIAT BADAN PENGURUS DAERAH & CABANG

1.Badan Pengurus Daerah & Cabang memiliki kantor Sekretariat yang dikepalai atau dipimpin oleh seorang Sekretaris Badan Pengurus Daerah/Cabangyang bertanggung jawab kepada Badan Pengurus Harian Daerah/Cabang.

2.Uraian tugas, jabatan dan wewenang Sekretaris Badan Pengurus Daerah/Cabang akan ditetapkan oleh Badan Pengurus Daerah/Cabang.

BAB IV

PEMBAGIAN WEWENANG PENGURUS

Pasal 29

TUGAS DAN KEWAJIBAN FUNGSIONARIS  BADAN PENGURUS HARIAN

1.Ketua Umum mengetuai Badan Pengurus, secara umum mengkoordinir dan kewajiban seluruh anggota Badan Pengurus.

  1. Ketua Umum memimpin sidang-sidang Badan Pengurus dan apabila berhalangan, wajib menunjuk salah seorang Wakil Ketua Umum.  Dalam hal ini Wakil Ketua Umum juga berhalangan, menunjuk Sekretaris Jenderal  Dalam  hal ybs juga berhalangan, maka salah seorang Ketua Bidang wajib menggantikannya.
  2. Apabila Ketua Umum berhalangan untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari, dapat diwakili oleh seorang Wakil Ketua Umum yang ditunjuknya.  Sedangkan apabila jabatannya sampai akhir, maka Badan Pengurus  dapat menetapkan dan mengangkat salah seorang Wakil Ketua Umum sebagai Pejabat Ketua Umum dan diperkenankan memegang jabatan rangkap.
  3. Jika lamanya sisa masa bakti kepengurusan yang lowong sebagai akibat dari hal yang disebut pada ayat 3 di atas itu 1,5 (satu setengah) tahun atau lebih, maka Wakil Ketua Umum yang menjadi Pejabat Ketua Umum tersebut dapat disebut Tetap (definitive) dan masa jabatan yang dipangkunya sampai akhir masa bakti kepengurusan yang sedang berjalan itu dinilai 1 (satu) masa bakti dan pejabat yang bersangkutan disebut sebagai Pejabat Ketua Umum.
  4. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat melantik Badan Pengurus Daerah dan Badan Pengurus Cabang di daerah.
  5.   Wakil Ketua Umum bertugas mengkoordinir bidang bidang yang dibawahinya.

7.   Ketua Bidang bertugas memimpin dan mengkoordinir Bidang/Program yang dibawahinya.

Pasal 30

RAPAT KERJA ASEPHI

  1. Rapat Kerja ASEPHI terdiri dari:

a.Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di tingkat Pusat/Nasional.

b.Rapat Kerja Daerah (Rakerda) di tingkat Daerah.

  1. Rapat Kerja ASEPHI diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Badan Pengurus Pusat/Daerah pada    waktu 1/2 (setengah) masa baktinya berlaku.
  2.   Rapat Kerja ASEPHI diselenggarakan dengan tujuan untuk membahas pola serta program kerja yang telah  dan akan dilaksanakan, menetapkan keputusan-keputusan yang menunjang pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional/Daerah.

4.Rapat Kerja ASEPHI dihadiri:

a.Di tingkat Pusat/Nasional, oleh Badan Pengurus Pusat, Badan Pembina, Badan Pertimbangan dan para Utusan Badan Pengurus Daerah sebagai peserta.

  1. Di tingkat Daerah, oleh Badan Pengurus Daerah, Badan Pengurus Pusat, Badan Pembina dan Badan Pertimbangan di daerahnya.

Pasal 31

RAPAT BADAN PENGURUS

  1. Rapat Badan Pengurus lengkap diselenggarakan setiap kali dibutuhkan.
  2. Para Wakil Ketua Umum dapat mengadakan rapat dengan Bidang-Bidang yang dibawah koordinasinya.

3  Para Ketua Bidang dapat mengadakan rapat didalam lingkungannya sendiri atau antar Bidang setiap kali diperlukan.

BAB V

KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 32

KEUANGAN

  1. Badan Pengurus Pusat menetapkan besarnya uang pangkal, iuran, pungutan maupun sumbangan/hibah.
  2. Total penerimaan Badan Pengurus Cabang harus diserahkan kepada Badan Pengurus Daerah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dan Total Penerimaan Badan Pengurus Daerah harus diserahkan kepada Badan Pengurus Pusat sebesar 25% (dua puluh lima persen).
  3. Khususnya untuk iuran anggota Rp.10.000,- per bulan dan akan ditinjau dalam Musyawarah Nasional mendatang.
  4.   Semua lalu lintas/mutasi keuangan harus dicatat disertai bukti-bukti sah menurut kaidah pembukuan yang  lazim berlaku.
  5. Tahun buku ASEPHI adalah 1 Januari sampai 31 Desember.
  6. Pada setiap 31 Desember Bendaharameyampaikan Rencana Anggaran pendapatan dan Biaya Tahunanuntuk disahkan oleh Badan Pengurus Pusat.

7. Untuk memperkuat posisi keuangan organisasi, maka Badan Pengurus mengadakan usaha tersendiri yang sah, halal dan tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 33

KEKAYAAN

  1. Badan Pengurus bertanggung jawab atas harta kekayaan organisasi baik yang bergerak maupun yang tetap dari segi pemeliharaan dan cara penggunaannya.

2.              Tata cara likwidasi atas kekayaan organisasi karena pembubaran ditetapkan oleh Musyawarah.

BAB VI

PENUTUP

Pasal 34

PENUTUP

  1. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, diatur oleh Badan Pengurus Pusat dalam Peraturan-peraturan tersendiri yang tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ini.
  2. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ini merupakan Keputusan Musyawarah Nasional

PENYEMPURNAAN
AD/ART ASEPHI

DITETAPKAN DI : JAKARTA

TANGGAL                                 : 17 JUNI 2014

PADA MUNAS  ASEPHI KE                 : VII (TUJUH)

BERTEMPAT DI RUANG    :  CANDI PRAMBANAN,  HOTEL GRAND

SAHID  JAYA   –  JAKARTA

PIMPINAN  SIDANG MUSYAWARAH NASIONAL  VII ASEPHI:

H.M. ROMI OKTABIRAWA (KETUA)

 DIAN MARDIANI, SH. (ANGGOTA)             

Dr. H. MUCHSIN RIDJAN, M.M. (ANGGOTA)